MARI BICARA STRATEGI MARKETING


by. Admin NHC


Bagi para Caleg, kiranya memang perlu ada pengkajian mendalam tentang strategy kampanye. Salah satunya, berdasarkan survey memilih person diperkirakan akan jadi pertimbangan utama dibanding memilih gambar partai. Juga aturan memasang baliho dan spanduk yang dibatasi. Maka, berlomba-lombanya para caleg partai untuk memasarkan diri. Porsi gambar caleg di berbagai sudut benar-benar lebih mendominasi dibanding gambar partai seperti pada Pileg sebelumnya.

Tentu ini sebuah isyarat bagi Caleg PKS untuk segera menyesuaikan diri. Bila pada tahun 2009 yang memilih gambar partai masih signifikan. Maka tahun ini perlu ditinjau ulang. Terutama terkait brand image tehadap partai yang sedang tergempur dengan kasus hukum.

Mengingat penting dan gentingnya situasi sekarang. Mengingat pertaruhan eksistensi yang sedang dihadapi jamaah. Dengan harapannya semakin banyak suara yang akan terjaring melaui Caleg yang bergerak memasarkan diri. Ini sekaligus ujian bagi kaderisasi PKS. Sejauh mana proses tarbiyah mampu menghasilkan kader-kader yang diterima masyarakat.

Seorang pakar marketing, Kehnichi Ohmae, memaparkan strategi marketing yang cukup simple yang bisa kita terapkan. Namanya 3-C STRATEGY. Ini saya dapat dari tulisan Hermawan Kartajaya dalam serial Grow With Character yang pernah dimuat di JPNN. Saya coba kutip pokoknya saja dan diuraikan dengan contoh kasus Caleg kita.


Pertama, COMPANY-BASED STRATEGY.

Lihat apa STRENGTH and WEAKNESS terlebih dulu. Lantas, buatlah strategi berdasar pada kekuatan, jangan kelemahan.Jangan memaksakan diri "masuk" kesuatu area yang sebenarnya nggak punya kompetensi.

Kelihatan sederhana kan? Tapi sangat benar adanya. Para Calegkita yang “tawadu” itu malah pada "silau" dengan banyaknya banner dan baliho Caleg lain. Memang hampir tiap pohon pinggir jalan dihuni banner Caleg. Nah, kalau Caleg kita akhirnya coba ikut banyak-banyakan bikin banner dan baliho. Siap-siap saja tekor! Udah tahu nggak ada uang, koq memaksakan diri? Ingat lho, peluang tidak pasti pas untuk semua orang.Jangan ikut-ikutan!

Coba cari kelebihan diri yang otentik dan unik. Sehingga terjadi autentic branding. Itulah yang akan “dijual” ke konstituen sebagai konsumen. Gak perlu pencitraan palsu, apalagi sekedar sensasi seperti vickinisasi branding itu. Hal ini menarik, mengingat kader kan sudah mengalami tarbiyah yang panjang. Mestinya sudah punya peta yang jelas tentang potensi unggul masing-masing.

Tetapi pada kenyataannya belum semua Caleg memahami keunggulan dirinya. Buktinya banyak yang masih pada bingung tuh mau ngapain. Berarti belum menemukan keunggulan yang akan dipasarkan. Atau lagi-lagi karena nggak ada niat dan persiapan jadi Caleg? Sehingga jangankan berfikir startegis, hanya untuk keluar halaman rumah sajasudah enggan. Sungguh ini alasan yang akan mematikan langkah. Coba deh berfikir sebentar saja tentang gentingnya situasi sekarang.

Makanya saya senang sekali ada kalau ada Caleg yang sedang dan mau bergerak. Seperti Bu Intan Suci Hudaya yang pede pasang spanduk dan sebar stiker pada acara Khitanan putra Kang Iyon. Sebuah upaya yang patut mendapat apresiasi. Apapun bentuk usahanya. Yang penting tidak melanggar hukum, bukan?

Sekarang, bagaimana dengan Bu Nurul sendiri sebagai Caleg?

Kalau melihat langkah-langkah Bu Nurul, sepertinya semangat sekali ya. Pede abis. Optimis. Semangat. Gak kalah semangat sama incumbent. Apakah karena sudah punya strategi yang jitu? Penasaran?

Sebenarnya, Bu Nurul hanya beruntung saja, karena ada Pak Sopir sekaligus Sang Pangeran yang bersedia mendampingi dan menampung keluh kesah itu. Termasuk sedikit berfikir tentang strategi kampanye. Paling tidak bisa lah membuat desain dan konten brosur tentang profil beliau. Tetapi karena bukan orang marketing, maka strategi marketingnya hasil nemu di jalan dari sedikit baca wal googling. Hasilnya tentu jauh dari ideal. Tetapi mendinglah daripada nggak ada yang bantu mikir sama sekali.Sedangkan di lapangan Bu Nurul sangat terbantu oleh Kang Adlan and The Team. Ada Pak Joko dan Pak Jalal yang sudah dari awal menyatakan kesiapan membuka jalur-jalur ke konsentrasi suara. Ada juga Kang Agus Warno sama Kang Kasno yang siap jadi penunjuk jalan.

Bu Intan yang Caleg Dapil 1 juga sepertinya sangat terbantu oleh Kang Agus Sobari, Sang Mantan Aleg 2004-2009. Pendampingannya cukup efektif sepertinya. Saya sudah melihat beberapa stiker sudah menempel di beberapa tempat. Antar lain di komplek perumahan Peruri. Termasuk saat sosialisasi di hajatan khitanan Kang Iyon. Tentu atas advise Kang Agus. 

Di Dapil 2 juga ada Bu Amriyah yang diendorse oleh Ustadz Ara. Kalau Teh Lia Handayani di Dapil 5 di Cikampek termasuk beruntung punya Timses yang solid. Kang Iwan Kurniawan, Sang Manager Timses cukup agresif dan cermat dalam memanage kampanye Teh Lia.

Dan, ternyata saya sendiri perlu sebuah “kebetulan”untuk mengetahui apa kekuatan Bu Nurul yg bisa ditawarkan ke publik. Saya menemukannya secara tak disengaja saat mendengar Bu Nurul ceramah di masjid perumahan Griya Parung Mulya, Ciampel, yang depan Peruri itu. Seumur-umur, ya itulah saya pertama mendengar ceramahnya secara utuh.

Saya menemukan kekuatan itu ada pada kemampuan publik speakingnya. Plus stempel“ustadzah”. Sedangkan keunikannya ada pada gaya bertuturnya yang lembut. Saya sendiripun ternyata dibuat betah mendengarnya, Heheh . Maka dengan kekuatan inilah Bu Nurul bisa mengambil positioning di pasar pemilih Ibu-ibu majelis taklim yang bertebaran di seantero Karawang. Wabil Khusus Dapil 6.


Kedua, CUSTOMER-BASED STRATEGY

Buatlah strategi berdasar pada NEED and WANT CUSTOMER. Jangan menawarkan produk atau jasa yang tidak dibutuhkan dan dimaui pelanggan.

Dari hasil survey dan suara akar rumput saat blusukan, kebutuhan konstituen ternyata : kenal, dialog langsung. Mereka ingin tak hanya kenal lewat spanduk dan baliho. Mereka juga sebenarnya tidak ingin direndahkan nilainya dengan politik uang.

Untuk Bu Nurul klop! Kemampuan publik speaking bertemu kebutuhan kenal dan dialog. Artinya ini bisa ditindaklanuti. Bisa dieksekusi. Salah satu case-nya, saat Bu Nurul langsung diminta ngisi pengajian di salah satu RW di perumahan Puri Kosambi. Mungkin pengasuh majelis taklim ingin “ngetes”, sekapasitas apa sih Caleg nomor satu dari Pekaes ini? Gayung bersambut. Alhamdulillah, setelah mengisi, di wajah ibu-ibu itu kini lebih akrab, dan “mengandung harapan”.

Cara ini efektif dan efisien. Karena tidak perlu EO utk mengadakannya. Karena ibu-ibu itu justru ingin mendapat tausiah. Need-nya ada di situ. Sehingga biaya untuk persiapan acara bisa dialihkan untuk pengadaan doorprize. Jadi, hanya perlu penyesuaian jadwal, datang, ceramah, selesai. Kadang pulang masih dibawakan oleh2, he he. Sebuah kampanye yang murah meriah dan mengandung “berkat”.

Strategy ini juga mengharuskan kita memperlakukan konsituen sebagai customer yang harus dipuaskan. Sedangkan Caleg Lain lain selalu harus dianggap sebagai competitor. Dengan demikian, para Caleg akan menjalankan konsep dasar marketing itu sendiri. Yaitu, berusaha mengalahkan competitor dengan cara lebih memuaskan customer! Tapi, bukan dengan cara ''menjegal'' atau menjelek-jelekan. Itu disebut black campaign dan biasanya tidak bisa sustainable karena konstituen akhirnya akan merasa ''enek''!

Tetapi, pangsa pasar majelis taklim tentu masih sangat terbatas. Hanya 7% dari floating voter. Sisanya masih tersebar di pangsa ibu rumah tangga, pekerja informal, petani de el el. Untuk bisa memunculkan 4.000 suara yang ditargetkan, secara marketing seorang Caleg harus sosialisasi ke 40.000 pemilih! Artinya perjalanan masih panjang. Kalau kemarin Ahad, saat tampil di majelis taklim itu baru sosialisasi ke 40 orang. Jadi kira-kira masih harus menciptakan moment serupa sebanyak 999 lagi!   pfuih.... laa hauwla wala quwata illa billah...

Inipun baru satu Caleg. Bagaimana Tim Kordapil memasarkan 7 caleg di satu Dapil?


Ketiga, COMPETITOR-BASED STRATEGY

Maksudnya, Anda bisa membuat strategi berdasar pada strategi kompetitor. Kalau pesaing melakukan sesuatu, Anda punya pilihan: 

Pertama, mau mengikuti dan melebihi? Kalau pilih yang ini berarti CALEG kita bisa pasang baliho lebih gede dan lebih bagus, pasang banner lebih banyak, pasang stiker lebih banyak. Kalau Caleg kita banyak duitnya sih, gak ada masalah. Tapi masak sih tidak ada cara lain?

Ada juga yang karena sudah tidak percaya orang politik. Mintanya tunai. Beli putus. Dapat fresh money yang langsung bisa dibelanjakan. Prediksinya, memang banyak Caleg yang akan mengambil jalan pintas ini. Secara biaya mungkin lebih efektif. Nggak pake ribet. Juga tidak dibebani merawat konstituen. Kan sudah dibeli? Cuma lebih high-cost. Kalau menghadapi yang begini, pilihannya : kabur atau guyur dengan uang yang lebih banyak (kalau punya, he he).

Tetapi kabur di sini harus setelah meninggalkan jejak donk. Upaya harus tetap ada.  Misalnya, sebar brosur. Harapannya, profil Caleg bisa jadi jejak yang dibaca dan nempel di hati konstituen. Selanjutnya biarlah Sang Pemilik Jiwa dan Pembolak-balik Hati yang menentukan.

Kedua, beda sama sekali supaya menarik perhatian orang? Contohnya menggunakan medium dialog di majelis taklim ibu-ibu karena tidak semua Caleg punya nyali bicara di depan orang banyak. Tetapi memang akan efektif kalau Calegnya akhwat. Kalau ikhwan mungkin akan bingung ngomongnya. Berarti harus mencari tafsir “Jalan Lain”. Dialog langsung dengan komunitas-komunitas bisa jadi pilihan kita.

Ketiga, jalan sendiri saja, seolah tidak menganggap ada pesaing.
Ini yang saya khawatirkan kalau terjadi pada Caleg PKS. Asal jalan tanpa strategi yang jelas dan bisa diukuri. Padahal kata orang, yang terakhir ini paling susah karena sering gagal karena strategi-nya tidak ada benchmark-nya. Tapi, kalau berhasil, ya luar biasa.

Pakar Marketing, Kehnichi Ohmae mengatakan bahwa kalau bisa mempertimbangkan faktor 3-C Strategy di atas, Anda akan luar biasa! Membuat strategi berdasar pada "kekuatan" sendiri untuk melayani "kemauan" pelanggan dengan memperhatikan "strategi lawan"!


Keempat, CHANGE

Koq ada yang ke-empat? Model 3-C STRATEGY ini, kemudian disempurnakan oleh Hermawan Kartajaya. Dengan menambahkan CHANGE. Artinya penerapan 3-C Strategy di atas sifatnya dinamis. Karena kelebihan diri kan tidak hanya satu. Artinya ada alternatif lain yang bisa “dijual”. Seorang Caleg disamping pintar publik speaking, mungkini bisa jadi ia seorang yang pintar memasak, misalnya. Ini bisa dijual ke konstituen, misalnya dengan mengadakan pelatihan masak gratis.

Selain itu kompetitor juga dinamis. Bisa jadi tiba-tiba kompetitor melakukan strategi yang sama dengan kita. Sehingga strategi lama kita jadi usang. Dan kita harus change strategi pemasaran kita.


Terlalu teoritis ya???
ya gapapa kalau dibilang terlalu teoritis, he he

Memang yang penting itu kerja, kerja dan kerja.... ! tapi asal kerja juga sayang potensinya yang terbatas. 
Tulisan ini memang tak lebih hanya ingin bercerita saja. Sebagai wujud syukur nikmat. Bahwa berjalan di atas jalan dakwah itu nikmaaaaaat sekali. Alhamdulillah...


Maka, BERgeraKlAh! Karena di dalamnya ada BERKAH...








Komentar

Postingan Populer