Aku Ridho Jika itu KehendakMu


by: Fathia

Hari ini, untuk kesekian kalinya, kami ber-4 menunggu Ayah dan Bunda yang dari siang hingga maghrib belum tiba karena sedang bersosialisasi. Selepas shalat maghrib, saya masih "gentayangan" di TL untuk melepas rasa galau. Sesuatu yang hampir setiap hari dirasakan. Sejenak melihat stiker Bunda yang calon aleg itu di pintu kamar. Sejenak berfikir, "Ridhokah daku wahai Allah? aku mengerti dan faham bahwa ini semua untuk suatu perubahan. Untuk berjihad dijalanMu. Tapi tolong, itu Bunda ku dan adik-adikku. Ikhlaskah daku membagi waktu Bunda untuk banyaknya manusia?"

Sebenarnya ini membuat saya sendiri, dan beberapa para anaknya para caleg merasakan bahwa : kami seperti anak kecil yang selalu membutuhkan orang tua dimanapun berada. Setiap detik, kami ingin melihat orang tua kami. Melihat senyumnya, mengajak kami mengobrol, menumpahkan segala senyumnya untuk kami. Hanya untuk kami. Bukan malah melihat wajah kusam dan lelah saat Ayah dan Bunda pulang sehabis bersosialisasi kesana-sini. Hey, itu orang tua kami!

Setiap ada yang cerita tentang perjuangan jadi anaknya caleg, saya nangis. Suka keinget sama adek yang sering bilang gini : "Ummi kemana ajaa? Ummi mah pergi mulu" . Sebagai anak yang paling besar, saya mencoba dewasa dalam rasa yang bertolak belakang. Mencoba menjelaskan dan bahkan terpaksa berkata bahwa sebentar lagi Ummi pulang.

Jujur saja, hingga detik ini dalam do'a saya selalu tercurahkan agar Bunda nggak menang dan jadi aleg nanti. Kenapa? belum jadi Aleg saja sudah sering keluar rumah. Jarang bareng kita. Bahkan, yang dulunya pernah hangout berdua bareng bunda sekarang udah nggak pernah lagi.

Mungkin, ada beberapa para anak caleg yang merasa biasa-biasa saja dan cuek-cuek saja. Tapi sebagian besar, saya yakin menerima hal ini membutuhkan air mata keikhlasan dan keridhoan yang banyak. Apa lagi, para anak-anak dibawah umur yang masih membutuhkan perhatian utuh dari orang tua.

Saya selalu ingin menangis saat Bunda berkata : "Kita tau kan? bahwa Ummi sedang berjihad. Coba bayangkan kalau negara kita dipimpin keseluruhan oleh yang tidak jelas niatnya, kecuali mengejar kekuasaan dan uang. Kita nggak tau apa yang terjadi nanti. Sekarang, Ummi minta ridho dan keikhlasan Teteh. Kalau niatnya untuk perjuangan, pasti Allah akan memudahkan jalan”

Disini, ditulisan ini. Saya mencoba menjadi seorang anak yang dewasa. Mungkin sebagian besar, bahkan keseluruhan tulisan ini adalah sebuah curhatan. Namun, curhatan ini insya Allah membuat saya dan mungkin kita semua belajar. Bahwa memang menjadi anak yang memiliki orang tua yang diutus menjadi caleg bukanlah hal yang menyenangkan. Namun, kita tau bahwa :

Allah adalah tujuan kami | Rasulullah teladan kami | Al-Qur'an pedoman hidup kami | Jihad adalah jalan juang kami | Mati dijalan Allah adalah, cita-cita kami tertinggi.

Disini, dan sekarang Fathia menguatkan jasad dan fikiran. Meridhoi Bunda adalah keputusan yang bijak. Mengikhlaskan waktu kita dengan Bunda untuk berjuang dijalan Allah dan mengabdi pada negara adalah suatu hal yang dewasa. Disini sebenarnya juga hal yang berat bagi para orang tua. Nggak semua orang tua mau menjadi anggota dewan dan meninggalkan keluarganya yang nyaman dirumah. Nggak semua caleg mau jadi Aleg karena tanggung jawab yang besar.
Namun, inilah takdir yang telah Allah siapkan. Meski terkadang memang membuat sungai air mata tercipta. Inilah yang terbaik untuk kita. Allah tidak akan pernah mengecewakan hambaNya. Dan kita yakin itu.

Sekarang....

Ya Allah. Aku ridhoi Orang Tua ku berjihad dijalan Mu. Membela agama Mu. Dan berjuang untuk Mu jika itu kehendakmu. Jika memang politik jalannya, Fathia ridho..

Keep Smile

Salam pena! - Fathia Asyafiqah


*Fathia Asyafiqah adalah nama pena Fathiatus Syafigah, puteri sulung Bu Nurul Hidayati dan Bp Solihudin. Menempuh pendidikan di SMP Alam Karawang kelas IX. Sedang menyelesaikan proyek buku perdana bersama Inspirasi Publishing, Bandung. 

sumber http://www.fathiasyafiqah.com/2013/09/aku-ridhoi-orang-tua-ku-untuk-berjihad.html

Komentar

Postingan Populer