Ujung Tombak Yang Tidak Bosan Dengan PEMILU
oleh: Nurul Hidayati
Mungkin kepada mereka, kita - para kader- perlu mendekat dan merapat. Lebih sering lebih baik. Seraya mendengarkan mereka berbicara. Tentang harapan dan kiprah mereka. Agar kita tak merasa lebih kader dibanding mereka. Merasa lebih memenuhi muwashofat. Merasa lebih PKS. Hanya karena tempat tinggal berada di kota dan posisi di struktur berada di DPD atau DPC.
Namanya Pak Joko, ketua DPRa Duren. Uban di rambutnya yang sudah tumbuh menyebar menandakan usianya yang tidak muda. Tetapi, seperti banyak kader lainnya, usia tak membuatnya merasa senior. Semangatnyapun tetap muda. Dengan ringan kaki ia menjadi guide ketika saya bermaksud mengunjungi beberapa tokoh lokal untuk silaturahim. Saat hari Ahad siang kemarin mengunjungi Duren, Pak Joko yang produsen susu kedele itu sudah siap di tempat sesuai jam yang dikabarkan via SMS. Juga sudah menelpon beberapa tokoh lokal yang akan dikunjungi. Sehingga saya tinggal datang dan langsung menuju ke alamat.
Nama lain adalah Pak Jalal, ketua DPRa sebelum Pak Joko. Tokoh lokal yang membina banyak majelis taklim di Duren, Cibalongsari dan sekitarnya. Sungguh semangat memenangkan jihad siyasi amat memesona saya. Optimis! Pantaslah kalau ada LT3Besar ia tampil jadi motivator. Jangan dari DPP atau DPW terus, karena bisa jadi kurang nyambung dengan situasi di lapangan. Beliaupun sangat siap memfasilitasi caleg yang mau sosialisasi ke majelis dan komunitas yang ia bisa datangi.
Di Cibalongsari, saya bertemu Mas Daryanto yang ketua DPRa. Juga semangatnya memenangkan siyasi tetap menyala-nyala. Siap memfasilitasi caleg-caleg yang mau turun sosialisasi. Sebagai ketua DPRa otomatis jadi koordinator Saksi. Di Cibalongsari itu juga saya menemukan spanduk Saya yang berdampingan dengan foto Dr Mardani. Dan ini adalah spanduk yang ada gambar diri saya yang pertama kali saya temui.
Pak Joko, Pak Jalal, mas Daryanto,dan banyak kader di level DPRa adalah ujung tombak jihad siyasi bernama Pemilu ini. Dan, saya lihat mereka tidak bosan dengan pemilu yang marathon dan berulang-ulang itu. Sepertinya mereka tidak kepikiran untuk mengkambinghitamkan politik sebagai agenda yang mendominasi. Sebagai parpol, ya sudah seharusnya terjun ke politik dan berobsesi menang. Jadi caleg parpol koq sungkan mau terpilih? Begitu yang saya tangkap dari ungkapan Pak Jalal. Dan saya harus memberi apresiasi para Murobby mereka yang berhasil mengimbangi kerja-kerja kering di lapangan politik dengan siraman ruhani dan suasana ukhuwah di setiap pertemuan halaqah. Tanpa itu saya yakin mereka sudah "melarikan diri".
Lagipula, tanpa mereka , siapa seorang Nurul Hidayati di mata pemilih? Bukan siapa-siapa! Walau baliho setinggi Monas dipasang, tak akan bisa meyakinkan orang untuk memilih. Justru lewati kader-kader yang sudah kokoh dan dipercaya di masyarakat inilah para Caleg bisa dipilih. Nah bagaimana prosesnya? Simak ya hingga di akhir tulisan.
Oleh Pak Joko dan didampingi Bu Adhlan, saya dikenalkan kepada seorang bu RT, yang suaminya Ketua RT dan ustadz. Juga dikenalkan dengan Bu Kadus yang punya komunitas senam, yang rambutnya dicat warna warni. Kemudian dengan Ustadzah pengisi Majelis Taklim. Karena waktunya bersamaan, beruntung bisa langsung bertatap muka dengan ibu-ibu anggota majelis taklim atau warga yang sengaja dikumpulkan. Kemudian ada dialog di sana. Ada kontak mata. Ada saling sapa. Ada senyum dan canda tawa. Juga ta’aruf. Kadang ada juga do’a “Semoga terpilih ya Neng”. Do’a yang bikin bingung yang mau mengamini.
Saya merenung sejenak. Adegan itu sederhana sekali bukan? Hanya selintas episode silaturahim. Datang, bertemu, cipika-cipiki, ngobrol sana-sini. Kemudian ada nama baru yang dikenal. Ada juga nomor baru di dalam daftar kontak hape. Begitu saja. Tetapi itulah moment paling menentukan. Saat sebuah transformasi dari “tidak kenal” menjadi “simpati”. Dari “akrab” menjadi “keberpihakan”. Berujung harapan di ujung sana, di hari pencoblosan, di mana sebuah paku akan mantap menerobos selembar kertas di titik yang menentukan. Di sebuah kotak yang ada gambar bulan sabit kembar itu. Itulah satu butir suara yang menghasilkan angka 1. Di lembar rekapitulasi suara. Itulah bulir-bulir kemenangan yang hendak kita kumpulkan satu per satu...
Karawang, 08102013
Komentar
Posting Komentar